KETIKA LOGIKA KEKUASAAN BERKUASA

Segala puji hanya milik Allah Rabbul ‘Alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasul-Nya, keluarganya dan para sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari kiamat.

Sesungguhnya logika kekuatan adalah bisa mengalahkan kekuatan logika, dan bahkan bisa mendiktekan keinginan kepadanya serta memutar balik kenyataan dan juga menetapkan kamus kebaikan dan keburukan sesuai dengan yang diinginkannya. Dan itulah yang dilakukan semua rezim Fir’aun yang ada di muka bumi ini, baik dahulu maupun sekarang.

Sudah menjadi konsekuensi tauhid dan pengakuan bahwa hanya Allah ta’ala lah Sang Pembuat hukum dan aturan yang diberlakukan kepada hamba-hamba-Nya adalah penerimaan bahwa tidak ada kebaikan kecuali apa yang dinyatakan baik oleh-Nya, tidak ada keburukan kecuali apa yang dinyatakan buruk oleh-Nya dan seterusnya.
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ

“Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dia Pemberi keputusan yang terbaik.” [Al An’am: 57]

Begitulah keadaannya di tengah manusia ketika mereka hidup dipayungi Daulah Islamiyyah yang mengatur dien dan dunia mereka dengan hukum Allah ta’ala.

Namun tatkala yang berkuasa di bumi ini para thaghut dan rezim Fir’aun, dan kendali urusan dipegang oleh wali-wali syaitan yang dijadikan terasa indah perbuatan buruknya dan lalu menganggap baik perbuatan buruknya itu, maka berubahlah kamus-kamus itu dan bergantilah timbangan semuanya, dan perhatikanlah realitanya!

Sesungguhnya Allah ta’ala telah menciptakan manusia ini dalam keadaan hanif lagi di atas fithrah, sebagaimana firman-Nya di dalam hadits qudsi:
إِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ

“Sesungguhnya Aku telah menciptakan hamba-hambaKu dalam keadaan hunafa (bertauhid).” [HR Muslim]

Dan sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam:
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ

“Setiap anak dilahirkan diatas fithrah….” [HR Muslim]

Dan para Rasul diutus adalah untuk mengukuhkan fithrah tauhid ini atau untuk mengembalikan orang yang menyimpang dari fithrah asal itu kepadanya kembali:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ

“Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat, (mereka menyerukan): ‘Ibadatilah Allah dan jauhi thaghut.” [An Nahl: 36]

Sedangkan yang merubah dan mengganti fithrah tauhid ini adalah syaithan-syaithan dari kalangan jin dan manusia, sebagaimana dalam lanjutan hadits qudsi tadi:
فَجَاءَتْهُمْ الشَّيَاطِينُ فَأَضَلَّتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ

“kemudian datanglah syaithan-syaithan kepada mereka terus memalingkan mereka dari dien (tauhid) mereka dan mengharamkan terhadap mereka apa yang Aku halalkan bagi mereka.” [HR Muslim]

Juga lanjutan hadits tadi:
فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“…kemudian kedua orang tuanya menjadikan dia Yahudi atau Nasrani atau Majusi.”

dan di dalam satu riwayat:
أَوْ يُشَرِّكَانِهِ

“atau menjadikannya musyrik.”

Dan itulah realitanya, dimana syaitan-syaitan manusia dari kalangan pemerintah thaghut dan kaki tangannya telah datang dengan berbagai program pemurtaddan massal dari fithrah, yang diantaranya program wajib belajar sekian tahun bagi anak-anak usia sensitif untuk penanaman dien (ideologi) dan loyalitas, di masa tersebut otak dan pikiran anak-anak dibentuk dan dicetak sesuai dengan keinginan thaghut untuk menjadi kaki tangannya di masa mendatang atau minimal tidak menjadi penentangnya di kemudian hari, pikiran-pikiran yang asalnya bersih putih itu dikotori dengan kotoran hitam kemusyrikan, dan anehnya kedua orang tua pun ikut andil dengan penuh semangat memasukkan anak-anaknya ke dalam kubangan comberan kemusyrikan ini, baik sadar ataupun tidak. Dan pada akhirnya kebanyakan anak-anak itu dengan kesadaran sendiri setelah menjalani masa wajib belajar pembentukan jiwa itu berbondong-bondong memasuki jenjang yang menghantarkan mereka di kemudian hari untuk menjadi thaghut atau ansharnya, sedang yang tidak berhasil memasuki jenjang itu pada kebanyakannya sangatlah menginginkannya dan membanggakan orang yang bisa meraihnya.

Sungguh lihai Fir’aun-Fir’aun masa kini. Andai Fir’aun zaman Nabi Musa ‘alaihissalam mengetahui keberhasilan cara ini, tentu dia tidak akan membunuhi anak-anak Bani Israil, namun dia akan memasukkannya ke dalam sekolahannya dalam program wajib belajar 9 tahun, sehingga di kemudian hari mereka menjadi pasak dan bala tentaranya..!!!

Itulah kenyataannya… dan kemudian tatkala datang para penyeru tauhid yang ingin mengembalikan dan mengajak manusia kepada fithrah awal yaitu tauhid, maka dengan serta merta rezim-rezim Fir’aun dahulu maupun sekarang mencap para da’i itu sebagai orang yang ingin mengganti dien (ideologi) yang ada dan ingin merusak tatanan kehidupan manusia, sebagaimana firman Allah ta’ala tentang ucapan Fir’aun:
ذَرُونِي أَقْتُلْ مُوسَى وَلْيَدْعُ رَبَّهُ إِنِّي أَخَافُ أَن يُبَدِّلَ دِينَكُمْ أَوْ أَن يُظْهِرَ فِي الْأَرْضِ الْفَسَاد

“Biarkan aku yang membunuh Musa dan suruh dia memohon kepada Tuhannya. Sesungguhnya aku khawatir dia akan mengganti dien (ajaran/ideologi/hukum) kalian atau menimbulkan kerusakan di bumi.” [Al Mu’min: 26]

Ya tuduhan ingin merubah ideologi negara, mencuci otak dan merusak tatanan kehidupan. Padahal para thaghutlah yang merubah dien tauhid manusia yang merupakan asal fithrah mereka dengan ajaran kafir Pancasila, Nasionalisme, Demokrasi dan yang lainnya, sedangkan para da’i tauhid hanyalah mengajak manusia yang telah terkontaminasi syirik-syirik itu kepada tauhid dan membersihkan serta mencuci otak dan pikiran serta hati manusia yang telah dikotori para thaghut dengan ajaran kafirnya dengan pembersih tauhid yang berasal dari hujjah wahyu ilahi, karena kemusyrikan itu adalah najis, sebagaimana firman-Nya:
إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ

“Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis (kotor jiwa).” [At Taubah: 28]

Doktrin PPKn, Pancasila, UUD 45, Kebangsaan, Nasionalisme, Demokrasi dan isme-isme lainnya yang sudah ditanamkan pada jiwa anak-anak bangsa ini adalah najis yang harus dicuci dengan ajaran tauhid supaya kembali bersih sesuai asal fithrahnya.

Kami ingin membersihkan apa yang kalian kotori, namun karena keangkuhan dan kekuasaan yang kalian miliki, kalian menuduh kami ingin “mengganti dien (ideologi/ajaran) kalian”, padahal kami ingin berbuat baik dengan membersihkan kotoran tanpa meminta imbalan kecuali pahala dari Allah ta’ala. Dan kami juga bukan perusak tatanan sebagaimana yang kalian tuduhkan, justru kalianlah para perusak, dimana kalianlah yang telah merusak tatanan kehidupan makhluk Allah di bumi Allah ta’ala, sebagaimana yang Allah ta’ala voniskan kepada fir’aun dan bala tentaranya:
وَفِرْعَوْنَ ذِي الْأَوْتَادِ الَّذِينَ طَغَوْا فِي الْبِلَادِ فَأَكْثَرُوا فِيهَا الْفَسَادَ

“dan (terhadap) fir’aun yang memiliki banyak bala tentara yang berbuat sewenang-wenang di dalam negeri, lalu mereka banyak berbuat kerusakan di dalam negeri itu…..” [Al Fajr: 10-12]

Juga firman-Nya:
إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ

“Sesungguhnya dia (fir’aun) itu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” [Al Qashash: 4]

Itu vonis Allah ta’ala kepada fir’aun dan bala tentaranya, tapi karena yang berkuasa di Mesir kala itu maka dia pemegang kamus, vonis dan cap yang dia buat dan dia sematkan kepada yang dia inginkan, dimana dia mencap Nabi Musa ‘alaihissalam sebagai perusak: “Sesungguhnya aku khawatir dia (Musa) akan mengganti dien kalian atau menampakkan kerusakan di muka bumi.” [Al Mu’min: 26]

Dan dia menganggap hukum dan aturan buatan dialah yang baik dan benar lagi tepat diterapkan di negerinya:
قَالَ فِرْعَوْنُ مَا أُرِيكُمْ إِلَّا مَا أَرَى وَمَا أَهْدِيكُمْ إِلَّا سَبِيلَ الرَّشَادِ

“Fir’aun berkata: “Aku hanya mengemukakan kepada kalian apa yang aku pandang baik, dan aku hanya menunjukkan kepada kalian jalan yang benar.” [Al Mu’min: 29]

Begitu pula Fir’aun-Fir’aun negeri ini mengatakan bahwa Pancasila dan UUD 45 itu adalah harga mati lagi sudah final serta kebenaran muthlaq yang tidak bisa ditawar-tawar.

Sedangkan orang-orang yang ingin menggantinya dengan hukum Allah ta’ala adalah para terroris dan para penjahat yang ingin memaksakan kehendaknya yang ganjil kepada mayoritas, oleh sebab itu perlu dibuatkan kepastian hukum untuk menjerat para penjahat itu demi menjaga kerukunan bangsa. Padahal justru rezim penguasalah yang jahat, mereka mencampakkan hukum Allah ta’ala, memerangi para duat tauhid dan mujahidin dengan penyiksaan, pembunuhan dan pemenjaraan, memberikan loyalitas kepada musuh-musuh Allah, menyebarkan kebejatan dan kebusukan. Oleh sebab itu tatkala Allah ta’ala memisahkan orang-orang mu’min dengan orang-orang kafir.
وَامْتَازُوا الْيَوْمَ أَيُّهَا الْمُجْرِمُونَ

“Dan (dikatakan kepada orang-orang kafir). “Berpisahlah kalian (dari orang-orang mu’min) pada hari ini, wahai orang-orang mujrim (berdosa/jahat).” [Yasin: 59]

Ya, dipisahkan, orang-orang kafir yang merasa orang baik-baik waktu di dunia dikumpulkan di neraka, sedangkan orang-orang mu’min muwahhid mujahid yang dianggap jahat di dunia di hadapan hukum thaghut dimasukkan ke dalam surga, maka para Fir’aun dan aparatnya yang merasakan siksaan di neraka seraya saling menyalahkan dan saling melaknat diantara mereka sendiri bertanya-tanya dimana gerangan orang-orang yang dahulu dianggap jahat itu, kenapa mereka tidak kelihatan di neraka bersama kami?:
وَقَالُوا مَا لَنَا لَا نَرَى رِجَالاً كُنَّا نَعُدُّهُم مِّنَ الْأَشْرَارِ

“Dan (orang-orang durhaka) berkata: “Mengapa kami tidak melihat orang-orang yang dahulu (di dunia) kami anggap sebagai orang-orang yang jahat.” [Shaad: 62]

Ya mereka dianggap jahat di dalam hukum kalian, dihinakan, dipermalukan dengan baju tahanan, wajah di tutup lakban, kaki dirantai, tangan diborgol serta dipertontonkan ke hadapan khalayak ramai dan juga di kurung di dalam penjara. Tapi nanti di akhirat giliran para thaghut dan aparatnya bila tidak taubat mendapatkan perlakuan yang mirip tapi lebih mengerikan. Penjaranya neraka jahannam:
وَجَعَلْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ حَصِيرًا

“Dan Kami jadikan jahannam sebagai penjara bagi orang-orang kafir.” [Al Isra: 8]

Tangannya di belenggu menyatu dengan leher:
إِنَّا جَعَلْنَا فِي أَعْنَاقِهِمْ أَغْلَالًا فَهِيَ إِلَى الْأَذْقَانِ فَهُمْ مُقْمَحُونَ

“Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, karena itu mereka tertengadah.” [Yasiin: 8]

Di samping itu dirantai pula:
ثُمَّ فِي سِلْسِلَةٍ ذَرْعُهَا سَبْعُونَ ذِرَاعًا فَاسْلُكُوهُ

“Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta.” [Al Haqqah: 32]

Bajunya dari cairan aspal panas yang menyala dan wajahnya ditutup dengan api:
سَرَابِيلُهُم مِّن قَطِرَانٍ وَتَغْشَى وُجُوهَهُمْ النَّارُ

“Pakaian mereka dari cairan aspal, dan wajah mereka ditutup oleh api neraka.” [Ibrahim: 50]

Dan di hari itulah giliran kaum muwahhidin menonton para thaghut dan ansharnya menjalani penghinaan di neraka dari Allah sambil menikmati kenikmatan surga, setelah dahulu para thaghut dan ansharnya menonton para anshar dien ini dihinakan di persidangan dan di tempat-tempat penahanan dan penyekapan sambil menikmati rokok dan kesenangan dunia:
إِنَّ الَّذِينَ أَجْرَمُوا كَانُواْ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا يَضْحَكُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang berdosa (kafir) dahulu mereka itu menertawakan orang-orang yang beriman.” [Al Muthaffifin: 29]
وَهُمْ عَلَى مَا يَفْعَلُونَ بِالْمُؤْمِنِينَ شُهُودٌ

“Sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang yang beriman.” [Al Buruj: 7]

Itu dahulu di dunia, tapi saat kekuasaan mereka lenyap di akhirat, dan hanya Allahlah yang berkuasa, maka kebalikannyalah yang terjadi:
فَالْيَوْمَ الَّذِينَ آمَنُواْ مِنَ الْكُفَّارِ يَضْحَكُونَ عَلَى الْأَرَائِكِ يَنظُرُونَ هَلْ ثُوِّبَ الْكُفَّارُ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ

“Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman yang menertawakan orang-orang yang kafir, mereka (duduk) diatas dipan-dipan melepas pandangan. Apakah orang-orang kafir itu diberi balasan (hukuman) terhadap apa yang telah mereka perbuat.” [Al Muthaffifin: 34-36]

Bahkan pembangkangan orang-orang kafir terhadap Allah ta’ala dan penghinaan terhadapNya itu sering ditampakkan saat mereka menyiksa orang-orang mu’min, apalagi bila orang yang di siksa itu menyebut Asma Allah baik doa, tahlil atau takbir. Mereka mengatakan: Mana Allah itu, coba suruh nolong kamu, mana Dia, ga ada kan dan ucapan-ucapan kufur lagi kotor lainnya, seraya mengikuti jejak Fir’aun yang mengatakan:
ذَرُونِي أَقْتُلْ مُوسَى وَلْيَدْعُ رَبَّهُ

“Biarkan aku yang membunuh Musa dan suruh dia memohon kepada Tuhannya.” [Al Mu’min: 26]

Teringat apa yang dilakukan seorang anshar thaghut saat memukuli seorang muwahhid sambil mengeluarkan ucapan kufur dan kotor, dan si muwahhid itu hanya takbir saat dipukuli dan di injak-injak, maka si anshar thaghut malah mengatakan: Mana Allah? Lihat ke atas ada tidak? Tidak ada, kalau ada pasti menolongmu, dan seterusnya…. Teringat alangkah serupanya dengan ucapan Fir’aun dalam rangka pelecehan dan pembangkangan terhadap ajaran Musa ‘alaihissalam padahal di hati kecilnya mengakui Allah ta’ala itu ada:
فَأَوْقِدْ لِي يَا هَامَانُ عَلَى الطِّينِ فَاجْعَل لِّي صَرْحًا لَّعَلِّي أَطَّلِعُ إِلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لَأَظُنُّهُ مِنَ الْكَاذِبِينَ

“Maka bakarkanlah tanah liat untukku wahai Haman (untuk membuat batu bata), kemudian buatkanlah bangunan yang tinggi untukku agar aku dapat naik melihat Tuhannya Musa, dan aku yakin bahwa dia termasuk pendusta.” [Al Qashash: 38]

Kadang kita tidak habis pikir melihat realita ucapan dan perbuatan para thaghut dan ansharnya yang mengaku muslim. Mereka meyakini Allah ta’ala Sang Pencipta, mereka mengaku beriman kepada Kitabullah, mereka mengakui keberadaan akhirat, surga dan neraka juga balasan, dan mereka mengakui bahwa ajaran Islam itu benar, tapi kenapa mereka malah mencampakkan ajaran Kitabullah dan sebaliknya malah menjunjung tinggi kitab-kitab hukum buatan, memerangi orang-orang yang ingin menegakkan hukum Allah ta’ala dan malah mentaati dan menghormati orang-orang yang menerapkan hukum buatan???!!!

Ya itu adalah hukuman paling berat di dunia ini bagi orang-orang angkuh lagi sombong, yaitu penguncian hati:
كَذَلِكَ يَطْبَعُ اللَّهُ عَلَى كُلِّ قَلْبِ مُتَكَبِّرٍ جَبَّارٍ

“Demikianlah Allah mengunci hati setiap orang yang sombong lagi berlaku sewenang-wenang.” [Al Mu’min: 35]

Dan yang diberi hidayah kepada jalan yang lurus hanyalah orang yang banyak taubat dan kembali kepada Allah:
وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ

“dan Dia memberi petunjuk kepada (ajaran)Nya bagi orang yang kembali (kepadaNya).” [Asy-Syura: 13]

Kembali kepada Allah ta’ala dengan merendahkan diri di hadapan-Nya seraya mengakui dosa-dosa serta mencabut diri darinya dan berazam untuk tidak melakukannya lagi, takut akan siksa-Nya dan mengharap rahmat dan keridlaan-Nya, karena hidayah itu bagaikan air yang hanya masuk ke tempat yang rendah yaitu hati yang merendahkan diri kepada Allah ta’ala dan tunduk kepada ajaran-Nya. Maka dari itu ia tidak akan masuk ke dalam hati yang angkuh lagi tidak tunduk kepada ajaran-Nya, apalagi kalau memerangi para pembawa ajaran-Nya ….

Setiap insan mengetahui posisi dirinya, maka bersiaplah untuk menuai hasilnya di hari penentuan …
وصلى الله على رسول لله واله وصحبه وسلم
والحمد لله رب العالمين



Abu Sulaiman

14 Dzulhijjah 1431 H

Ghurfah infiradiyyah fi Mu’taqal Asy Syurthah

Komentar

Postingan Populer