Syubhat Sesungguhnya Para Thaghut itu Masih Shalat

Syubhat:



Para pembela thaghut berdalil dengan hadist Imam Muslim yang menuturkan sebuah riwayat, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Akan datang para penguasa, lalu kalian akan mengetahui kemakrufan dan kemungkarannya, maka siapa saja yang membencinya akan bebas (dari dosa), dan siapa saja yang mengingkarinya dia akan selamat, tapi siapa saja yang rela dan mengikutinya (dia akan celaka)”. Para shahabat bertanya, “Tidaklah kita perangi mereka?” Beliau bersabda, “Tidak, selama mereka masih menegakkan sholat” Jawab Rasul.” (HR. Imam Muslim). Tatkala para muwwahid mengkafirkan para thaghut dan ansharnya, mereka mengatakan: “Sesungguhnya Para Thaghut Dan Budak-Budaknya itu Shalat.”

Jawaban:



Dan dari uraian yang lalu nampaklah di hadapanmu kebatilan syubhat lain dari syubhat-syubhat mereka, yaitu ihtijaj mereka bahwa sebagian para thaghut dan budak-budaknya itu rajin melakukan shalat. Dan mereka menuturkan nushush yang di dalamnya shalat disebutkan sebagai penjaga darah, kemudian mereka mengira bahwa ia saja yang bisa menjaga darah, dan bahwa setiap orang yang shalat adalah muslim yang ma’shum darah dan hartanya meskipun melakukan berbagai nawaqidlul islam, bukankah dia shalat?



Sedangkan engkau sudah mengetahui bahwa nushush semacam ini harus digabungkan dengan mubayyinatnya dari nushush yang lain. Sehingga salaf membawanya kepada orang-orang yang shalat yang komitmen dengan tauhid lagi menjauhi syirik dan tandid serta nawaqidlul islam lainnya walaupun itu secara dhahir.



Seorang dari salaf pun tidak memahami bahwa macam orang-orang yang mana hadits-hadits itu dikatakan tentang mereka, adalah orang-orang muslim yang ma’shum dengan shalat saja, dengan disertai sikap mereka bertahakum kepada thaghut, membelanya dan mengikutinya umpamanya, atau disertai celaan terhadap dienullah atau istihza’ terhadap ajaran-ajarannya serta nawaqidlul islam lainnya, dan telah lalu firman Allah ta’ala: “Janganlah kalian cari-cari alasan, sungguh kalian telah kafir setelah keimanan kalian.” (At Taubah: 66), sesungguhnya ia turun berkenaan dengan orang-orang yang menampakkan keislaman, shalat bahkan jihad, di mana mereka itu ikut keluar bersama Nabi saw dalam perang Tabuk, namun demikian Allah kafirkan mereka tatkala mereka melakukan suatu pembatal keislaman. Dan telah banyak kami ketengahkan macam-macam seperti ini yang menunjukkan kebatilan pemahaman yang sakit ini.



Mayoritas mereka yang buruk dalam memahami nash-nash ini atau yang memalingkannya, engkau dapati mereka mengkafirkan orang yang meninggalkan shalat dan memvonisnya murtad, terus menganggap batal nikahnya, menjauhkan darinya istrinya dan menghalangi warisannya dari keluarganya yang muslim serta lawazim riddah lainnya, namun dalam waktu yang sama mereka ragu dalam takfier para thaghut pembuat hukum dan para budaknya, padahal menafikan keislaman dan keimanan dari orang yang meninggalkan al kufru biththaghut adalah lebih utama dari menafikannya dari orang yang meninggalkan shalat, karena al kufru biththaghut ada hal fardlu di awal saat difardlukan sedang saat itu belum ada shalat, zakat, dan yang lainnya. Sehingga di suatu waktu tertentu ia saja bersama al iman billah dan pengakuan bahwa Muhammad Rasulullah saw adalah penjaga akan darah dan tanda akan keislaman dan keimanan sampai waktu tertentu.... sebagaimana yang telah lalu. Dan karena sesungguhnya shalat setelah difardlukan juga tidak sah dan tidak akan sah kecuali dengan merealisasikan rukun yang agung ini, sedang ini adalah ma’lum dengan ijma’ kaum muslimin. Orang yang meninggalkan kufur terhadap thaghut tidak dinamakan muslim dan mu’min meskipun dia memiliki satu cabang atau banyak cabang dari al islam dan al iman, shalat dan yang lainnya, sampai dia realisasikan tauhid dan kufur kepada thaghut, bahkan seandainya dia mendatangkan seluruh cabang-cabang keimanan tentulah tidak bermanfaat selama dia telah meninggalkan cabang tertinggi dan syarat sah semuanya.



Dan dari ini engkau mengetahui kebatilan ihtijaj mereka untuk para thaghut yang rajin shalat dengan hadits-hadits ini, seperti hadits yang diriwayatkan Muslim dari Ummu Salamah bahwa Nabi saw berkata: Akan ada para penguasa, di mana kalian mengenalnya dan mengingkarinya. Siapa yang mengenal maka ia telah berlepas diri dan siapa yang mengingkari maka ia selamat, namun orang yang ridla dan mengikuti.” Mereka berkata: Apa boleh kami memerangi mereka? Beliau berkata: “Tidak boleh selama mereka shalat.”



Asal pertanyaan ini adalah seputar khuruj terhadap para penguasa yang dzalim. Sedangkan Murjiatul ‘Ashri terbelalak matanya karena takut saat penuturan hal itu dan mereka menganggapnya tergolong fitnah dan fikrul Khawarij !! meskipun terhadap Aimmatul Kufri.



Penyebutan shalat di sini sebagaimana yang dituturkan ahlul ilmi adalah isyarat pada penegakan dien dan tauhid, dengan dalil apa yang telah lalu bahwa shalat itu tidak berarti bila tauhidnya telah hancur. Bisa saja seseorang itu shalat, zakat dan berjihad, namun demikian dia itu kafir lagi halal harta dan darahnya dengan sekedar keterjatuhan dia pada pembatal “laa ilaaha illallaah”. Oleh sebab itu An Nawawi berkata di dalamnya: “Adapun sabdanya: “Apa boleh kami memerangi mereka?” Beliau berkata: “Tidak boleh selama mereka shalat,” di dalamnya terkandung makna yang lalu yaitu bahwa tidak boleh khuruj terhadap para khalifah dengan sekedar dhalim dan fasiq selama tidak merubah sedikitpun dari qawaaid dien ini.” Selesai.


Dan berkata ‘Abdul Qadim Zallum, dalam Nidzam al-Hukmi fi al-Islaam hal. 257-258, menyatakan, bahwa maksud dari sabda Rasulullah saw “selama mereka masih mengerjakan sholat”, adalah selama mereka masih memerintah dengan Islam; yakni menerapkan hukum-hukum Islam, bukan hanya mengerjakan sholat belaka. Ungkapan semacam ini termasuk dalam majaz ithlaaq al-juz`iy wa iradaat al-kulli (disebutkan sebagian namun yang dimaksud adalah keseluruhan). Dan di dalam Syarh an-Nawawi ‘alaa Shahiih Muslim, dijelaskan sebagai berikut,” al-Qaadhi ‘Iyaadh berkata, “Para ulama’ telah sepakat, bahwa jabatan imamah tidak boleh diserahkan kepada orang kafir, kalau tiba-tiba kekufuran itu menimpa dirinya. Dalam kondisi semacam ini ia wajib dipecat. Beliau berkata,” Ketentuan ini juga berlaku jika ia meninggalkan penegakkan sholat dan dakwah untuk mendirikan sholat.” Lalu, Imam Nawawi berkata,” al-Qaadhi berkata,” “Seandainya khalifah terjatuh ke dalam kekufuran, atau mengubah syariat, atau melakukan bid’ah yang bisa mengeluarkan dirinya dari jabatan kepala negara; maka ia tidak wajib ditaati. Kaum Muslim wajib mengangkat senjata, mencopotnya, dan mengangkat imam adil yang baru, jika mereka mampu melakukan hal itu.” (Imam al-Nawawiy, Syarah Shahih Muslim, juz VIII, hal. 35-36).



Dan engkau telah mengetahui bahwa masuk ke dalam islam itu bukan dengan shalat saja, akan tetapi mesti ada sebelum itu (perealisasian tauhid dan bara’ah dari syirik dan tandid), sedang ini adalah qawaaidul Islam yang paling penting dan paling agung, dan engkau telah tahu bahwa mereka itu telah menghancurkannya. Apa artinya shalat, zakat, shaum, haji, membangun masjid, penyerahan wakaf dan lainnya dan bukan seputarnya perseteruan itu terjadi bila mereka itu telah menghancurkan ashluddin dan merobek kalimatul ikhlas yang mana semua hal itu tidak akan diterima tanpanya dan tidak difardlukan kecuali sesudahnya. Dan ia adalah qawaid dien terbesar yang mana dien ini roboh dan amal-amal pun menjadi debu yang berterbangan dengan kehancurannya dan saya maksudkan di sini adalah mencari selain Allah sebagai pemutus dan menjadikannya sebagai ilah, rabb yang membuat hukum, dan mengharuskan manusia untuk masuk dalam dien (hukum)nya dan mengikuti aturannya yang menyelisihi syari’at Allah, serta menamakannya sebagai keadilan, sedangkan Allah mengetahui dan juga setiap orang yang Allah beri hatinya petunjuk bahwa itu adalah kekafiran, syirik dan kesesatan, di samping menghalangi (orang lain) dari dienullah dan memerangi auliya Allah ...... kemudian dikatakan: Dia itu kan masih suka shalat atau mereka itu masih shalat...!!



Syaikh Abdullathif Alu Asy Syaikh berkata dalam Mishbahudhdhalam hal: 328: “Siapa orangnya yang menjadikan Islam itu adalah mendatangkan salah satu dari mabaniy saja disertai meninggalkan kekomitmenan akan tauhidullah dan bara’ah dari syirik maka dia itu manusia yang paling jahil dan paling sesat.” Selesai.




Orang-orang jahil itu mengakui bahwa orang yang mengingkari hari kebangkitan itu kafir lagi halal dan darahnya meskipun dia shalat, shaum, zakat, haji dan mengucapkan laa ilaaha illallaah serta dia mengaku bahwa ia meyakininya. Dan (mereka) mengakui bahwa orang yang berpendapat akan kenabian seseorang setelah Nabi saw seperti Bahaiyyah dan Babiyyah serta yang lainnya bahwa mereka itu kafir dengan hal itu serta halal harta dan darahnya meskipun mereka itu shalat, shaum, zakat, haji, dan mengucapkan laa ilaaha illallaah sejuta kali.




Dan (meyakini) bahwa orang yang mengatakan bahwa Al Quran itu ditambah dan dikurangi, menganggap para sahabat berkhianat, mengkafirkan mereka dan mencela kehormatan wanita yang suci Ash Shiddiqah bintu Ash Shiddiq, bahwa dia itu kafir walaupun shalat, shaum, haji, zakat, memberikan yang seperlima, membangun banyak masjid dan mengucapkan laa ilaaha illallaah, serta dia sumpah bahwa dia meyakininya.



Kemudian bila kami tuturkan kepada mereka kekafiran para thaghut mereka yang nyata dan pembatal-pembatal keislaman mereka yang buruk, mereka lari darinya dan mengkiyaskan mereka dengan kiyas yang rusak lagi banyak perbedaan, yaitu dengan para penguasa yang aniaya yang menerapkan syari’at Allah... dan mereka berkata: Mereka shalat” Enyahlah bagi orang-orang yang zalim. Wallahu a’lam

Dinukil dari kitab “Membongkar Syubhat-Syubhat Murjiah Gaya Baru” karya Syaikh Muhammad ‘Ashim Al Maqdisiy Hafizahullah.

Komentar

Postingan Populer