Kufurnya Sebuah Negeri & Murtadnya Seorang Penguasa?


Bagaimana sebuah negeri dikatakan sebagai negeri kufur? Dan bagaimana seorang penguasa disebut penguasa murtad?

Defenisi Darul Kufri wal Harbi

Syekh Mujahid Asy Syahid, Abu Abdullah Al Muhajiru, rahimahullah, dalam bukunya Kupas Tuntas Fiqih Jihad yang dikeluarkan oleh Maktabah Jahizuna menjelaskan tentang defenisi Darul Kufri wal harbi atau negeri kufur dan perang.

Beliu menjelaskan,  telah berkata Al-Qadhi Abu Ya’la Al-Hanbali rohimahulloh: Setiap wilayah yang mayoritas hukum yang ditegakkan di dalamnya adalah hukum-hukum kafir sedang hukum Islam minoritas: maka dinamakan darul kufri. (Al-Mu’tamad dalam Ushul Dien: 276)

Dan Syaikh Sulaiman bin Sahman rohimahulloh: Adapun pengertian dari negeri kafir (biladul kufri), Madzhab Hambali mendefiniskan dengan; darul kufri adalah wilayah yang diterapkan undang-undang kufur sedang undang-undang Islam dicampakkan. (Kasyfu al-Auham wal-Iltibas 94)

Maka yang terang dari pembatasan definisi darul Islam dan darul kufri wal harbi menurut para ulama, bahwa yang menjadi manath (manath adalah illat yaitu sifat yang tampak dan tetap dalam sebuah hukum atau dengan kata lain alasan pensyari’atan, contohnya illat diharamkannya arak adalah memabukkan, illat diharamkannya zina adalah merusak keturunan dan seterusnya –edt) hukum disini ialah bentuk hukum yang dinampakkan di dalam negeri tersebut. Maka kapanpun hukum Islam ditegakkan disana, status teritorial tersebut menjadi darul Islam walaupun mayoritas penduduknya orang-orang kafir. Dan kapanpun hukum kafir yang ditegakkan -maksudnya hukum yang ditegakkan di dalamnya selain hukum Islam- maka disebut darul kufri wal harbi, walaupun kenyataannya mayoritas penduduknya muslim.

Sebab Murtadnya Para Penguasa Muslim

Ustadz Lutfi Haidaroh dalam “Sebab-Sebab Murtadnya Para Penguasa Muslim Yang Menguasai Negeri-Negeri Kaum Muslimin Hari Ini” menjelaskan bahwa para penguasa negeri-negeri kaum Muslimin hari ini telah melakukan banyak hal yang membatalkan keIslaman mereka, sehingga kemurtadan mereka berasal dari banyak hal. Artinya, kemurtadan mereka adalah kemurtadan yang sangat parah sehingga hujjah tentang murtadnya mereka tidak terbantahkan lagi.

Sebab pertama menurut beliau adalah para penguasa negeri-negeri kaum Muslimin hari ini menetapkan undang-undang selain hukum Allah. Mereka menyingkirkan syariat Allah Ta’ala dari panggung kehidupan, dan sebagai gantinya mereka menetapkan sendiri UUD dan UU yang mengatur seluruh aspek kehidupan mereka. Hal ini dilakukan baik oleh lembaga legislatif (MPR dan parlemen), maupun lembaga eksekutif bekerjasama dengan lembaga legislatif (presiden dengan persetujuan DPR), maupun para sultan dan raja.

Sementara itu, Syekh Ayman Az Zawahiri menjelaskan mengenai pemerintahan yang tidak menerapkan hukum Allah. Beliau berkata bahwa telah tetap dalam Al-Kitab dan As-Sunnah disertai fatwa-fatwa para ulama terdahulu dan kontemporer bahwa menggantikan syariat Islamiyah dengan syariat lain adalah kekufuran. Fenomena inilah yang kita lihat hari ini di seluruh negeri Islam. Pemerintahan yang telah mengganti syariat Islam telah keluar dari agama Islam dengan beberapa faktor:

1.Pelengseran hukum syariat Allah diganti dengan undang-undang lain dengan berbagai bentuk dan ciri dijuluki oleh Syeikh Ahmad Sakir dengan nama Ilyasiq Modern.

2. Penghinaan pada syariat. Adakah suatu penghinaan yang lebih dasyat dari meremehkan syariat atau lebih mengutamakan syariat lain atasnya ataupun menjadikan suatu lembaga yang dipenuhi hawa nafsu bernama Majelis Perwakilan Rakyat (Majlis Sya’bi) untuk menetapkan dan menolak putusan dan meyakini hal ini sebagai jalan satu-satunya untuk menentukan hukum?

3.Penerapan konsep Demokrasi, ialah sebagaimana disifatkan oleh Abu A’la Al-Maududi dengan Hakimiyah Jamahir (hukum rakyat) dan Ta’liyah Insan (sumpah manusia) dalam kitab Al-Islam Wal Madniyah Al-Haditsah. Demokrasi merupakan sistem syirik kepada Allah. Sungguh beda antara demokrasi dan tauhid. Tauhid mengaplikasikan syariat untuk Allah sedang demokrasi merupakan hukum rakyat untuk kepentingan rakyat. Pembuat syariat demokrasi adalah rakyat sedang pembuat syariat dalam konsep tauhid adalah Allah subhanahu wa ta’ala. Maka demokrasi sistem syirik kepada Allah karena mendongkel hak pembuatan dan penerapan syariat dari Allah azza wa jalla kemudian menyerahkan hak ini pada rakyat.

4.Menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Dasar dari pada point kasus ini terdapat pada undang-undang Mesir pasal 67 (Syeikh mencontohkan pasal dalam uu Mesir-pent) yang berbunyi: “Tidak ada pelangaran tindak pidana serta pelaksanaan hukuman kecuali bila ada dinyatakan dalam undang-undang”. Artinya setiap kasus yang tidak terdapat peraturannya dalam UU bahwa kasus tersebut merupakan pelanggaran tindak pidana maka kasus tersebut bukanlah suatu pelanggaran walaupun puluhan ayat dan ratusan hadist menyatakan bahwa kasus itu adalah tindakan pidana. Semua perbuatan yang tidak ada ketetapannya dalam UU maka dia halal oleh UU. Marilah berpikir secara jernih, berapa banyak negara-negara yang menerapkan ketentuan ini. Suatu perbuatan dalam syariah yang seharusnya dijatuhkan pada pelaku sebagai tindak pidana namun dihalalkan oleh UU tersebut.

Dengan seluruh penjelasan tersebut, maka telah jelaslah bagi kita negara yang seperti apakah yang termasuk negara kufur dan penguasa seperti apa yang telah murtad!

Wallahu’alam bis showab!

Komentar

Postingan Populer