niat untuk kafir
Berikut bagian awal artikel Ustadz Abu
Sulaiman Aman Abdurrahman yang ditulis oleh beliau pada akhir Sya’ban
1433 H di Lapas Salemba, Jakarta. Artikel ini membahas kebatilan syarat
“Niat Untuk Kafir” dalam pengkafiran orang yang melakukan kekafiran yang
nyata. Semoga bermanfaat!
Orang-orang pewaris paham Jahmiyyah atau
Ghulatul Murjiah zaman sekarang mengatakan bahwa orang yang sumpah
setia kepada hukum thaghut atau membuat undang-undang thaghut atau
melindungi hukum thaghut adalah tidak kafir kalau hanya dalam rangka
mendapatkan dunia (gaji) atau yang serupa itu, kecuali kalau dia berniat
untuk kafir atau keluar dari Islam, padahal hal-hal itu adalah
kekafiran yang nyata.
Sungguh persyaratan “niat untuk kafir”
dalam ucapan atau perbuatan kekafiran yang nyata ini adalah batil,
berbeda halnya dengan ucapan atau perbuatan yang ihtimal (memiliki
kemungkinan yang lain selain kekafiran).
Umpamanya seandainya kita melihat orang
berdoa di sisi kuburan, bila dia mengatakan:“Saya berdoa kepada Allah
agar mengampuni orang yang dikubur ini.”Maka kita katakan bahwa dia
berbuat kebaikan. namun bila dia mengatakan: “Saya berdoa kepada Allah
dengan kebesaran penghuni kubur ini,” maka kita katakan bahwa dia telah
berbuat bid’ah. Dan bila dia mengatakan: “Saya memohon ampunan dosa
kepada penghuni kubur ini,” maka kita katakan bahwa dia telah berbuat
kekafiran dan tidak perlu kita menanyakan kepada dia apakah kamu berniat
untuk kafir atau tidak dengan perbuatan itu? Karena hal itu adalah
kekafiran yang nyata.
Contoh lain: Kita melihat orang yang
ikut memberikan suara dalam pemilu, maka kita tanyakan apa maksud kamu
dengan pemberian suara itu? Bila dia berkata: “Saya bermaksud untuk
mengangkat orang yang akan membantu mensejahterakan rakyat daerah saya,”
maka ini bukan kekafiran, namun bila dia mengatakan: “Saya bermaksud
untuk mengangkat orang yang akan membuat hukum dan undang-undang,” maka
kita katakan kepadanya bahwa perbuatannya ini adalah kekafiran baik dia
bermaksud untuk kafir ataupun tidak.
Adapun perbuatan atau ucapan yang
merupakan kekafiran yang nyata maka orang yang melakukannya secara
sengaja lagi tidak dipaksa maka dia itu kafir tanpa perlu bertanya
tentang maksudnya apakah dia bermaksud untuk kafir maupun tidak.
Di sini saya akan menyebutkan sebagian
dalil-dalil dan ucapan para ulama yang menjelaskan kebatilan pendapat
orang yang mengatakan bahwa pelaku kekafiran yang nyata tidaklah
dikafirkan kecuali bila dia bermaksud untuk kafir.
1. Firman Allah ta’ala:
وَلَئِنْسَأَلْتَهُمْلَيَقُولُنَّإِنَّمَاكُنَّانَخُوضُوَنَلْعَبُقُلْأَبِاللَّهِوَآيَاتِهِوَرَسُولِهِكُنْتُمْتَسْتَهْزِئُونَ
(٦٥)
لاتَعْتَذِرُواقَدْكَفَرْتُمْبَعْدَإِيمَانِكُمْإِنْنَعْفُعَنْطَائِفَةٍمِنْكُمْنُعَذِّبْطَائِفَةًبِأَنَّهُمْكَانُوامُجْرِمِينَ
(٦٦)
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka
(tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab,
“Sesungguhnya Kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.”
Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu
selalu berolok-olok?.” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir
sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka
taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan
mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa”.[At Taubah: 65-66]
Mereka itu adalah orang-orang yang
muncul dari mereka kekafiran, yaitu perolok-olokkan Nabi shallahu
‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya yang mulia dan mereka itu tidak
bermaksud untuk kafir dengan sebab ucapan itu, namun yang mendorongnya
untuk melakukan itu adalah bercanda dan bermain-main, dan Allah-pun
tidak mendustakan mereka dalam pengutaraan alasan mereka itu, akan
tetapi hal ini tidak menghalangi dari vonis kafir terhadap
mereka,”Jangan kalian mencari-cari alasan, sungguh kalian telah kafir
setelah kalian beriman.”
Ibnu Taimiyyahrahimahullah berkata:
(
فدل على أنهم لم يكونوا عند أنفسهم قد أتوا كفرا، بل ظنوا أن ذلك ليس بكفر
فبين أن الاستهزاء بالله وآياته ورسوله كفر يكفر به صاحبه بعد إيمانه، فدل
على أنهم كان عندهم إيمان ضعيف، فعلوا هذا المحرم، الذي عرفوا أنه محرم،
ولكن لم يظنوه كفرا، وكان كفرا كفروا به، فإنهم لم يعتقدوا جوازه )
(Maka ia menunjukkan bahwa mereka itu
pada diri mereka merasa tidak melakukan kekafiran, akan tetapi mereka
mengira bahwa hal itu bukanlah kekafiran, maka Allah menjelaskan bahwa
perolok-olokkan terhadap Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya adalah
kekafiran yang mana pelakunya menjadi kafir dengan sebabnya setelah dia
beriman, maka ini menunjukkan bahwa pada diri mereka itu ada iman yang
lemah sebelumnya terus mereka melakukan perbuatan haram ini yang mana
mereka mengetahui bahwa ia itu haram namun mereka tidak mengiranya
sebagai kekafiran, dan ternyata ia adalah kekafiran yang mana mereka
menjadi kafir dengan sebabnya, dimana sesungguhnya mereka itu tidak
meyakini kebolehannya). [Al Fatawa 7/273]
2. Firman Allah ta’ala:
قُلْهَلْنُنَبِّئُكُمْبِالأخْسَرِينَأَعْمَالا
(١٠٣)
الَّذِينَضَلَّسَعْيُهُمْفِيالْحَيَاةِالدُّنْيَاوَهُمْيَحْسَبُونَأَنَّهُمْيُحْسِنُونَصُنْعًا
(١٠٤)
أُولَئِكَالَّذِينَكَفَرُوابِآيَاتِرَبِّهِمْوَلِقَائِهِفَحَبِطَتْأَعْمَالُهُمْفَلانُقِيمُلَهُمْيَوْمَالْقِيَامَةِوَزْنًا
(١٠٥)
“Katakanlah: “Apakah akan Kami
beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi
perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam
kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat
sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap
ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka
hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian
bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.”[Al Kahfi: 103-105]
Ayat-ayat ini dan yang semisalnya adalah
banyak, yang menunjukkan bahwa banyak dari orang-orang kafir itu
mengira bahwa dia itu di atas kebenaran dan petunjuk, bahkan (mengira)
bahwa dia itu lebih lurus dari orang-orang yang beriman.
Ibnu Jarir Ath Thabari rahimahullah berkata:
(
وهذا من أدل الدلالة على خطأ قول من زعم أنه لا يكفر بالله أحد إلا من حيث
يقصد إلى الكفر بعد العلم بوحدانيته؛ وذلك أن الله تعالى ذكره أخبر عن
هؤلاء الذين وصف صفتهم في هذه الآية أن سعيهم الذي سعوا في الدنيا ذهب
ضلالا وقد كانوا يحسبون أنهم محسنون في صنعهم ذلك )
(Dan ini adalah tergolong dalil yang
paling menunjukkan terhadap kekeliruan orang yang mengklaim bahwa
seorangpun tidak menjadi kafir kepada Allah kecuali bila dia bermaksud
untuk kafir setelah dia mengetahui ke-Esa-an-Nya. Itu dikarenakan bahwa
Allah Yang Maha Tinggi telah mengabarkan tentang orang-orang yang
sifatnya telah disebutkan di dalam ayat ini bahwa amalan mereka yang
telah mereka kerjakan di dunia ini adalah lenyap begitu saja padahal
dahulu mereka itu mengira telah berbuat sebaik-baiknya). Selesai [juz
18/hal 128]
Dan silahkan lihat pula ucapannya saat mentafsirkan firman Allah ta’ala:
فَرِيقًاهَدَىوَفَرِيقًاحَقَّعَلَيْهِمُالضَّلالَةُإِنَّهُمُاتَّخَذُواالشَّيَاطِينَأَوْلِيَاءَمِنْدُونِاللَّهِوَيَحْسَبُونَأَنَّهُمْمُهْتَدُونَ
(٣٠)
“Sebahagian diberi-Nya petunjuk dan
sebahagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka. Sesungguhnya mereka
menjadikan syaitan-syaitan pelindung (mereka) selain Allah, dan mereka
mengira bahwa mereka mendapat petunjuk.”[Al A’raf: 30]
3. Firman Allah ta’ala:
يَاأَيُّهَاالَّذِينَآمَنُوالاتَرْفَعُواأَصْوَاتَكُمْفَوْقَصَوْتِالنَّبِيِّوَلاتَجْهَرُوالَهُبِالْقَوْلِكَجَهْرِبَعْضِكُمْلِبَعْضٍأَنْتَحْبَطَأَعْمَالُكُمْوَأَنْتُمْلاتَشْعُرُونَ
(٢)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu
berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara
sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala)
amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.”[Al Hujurat: 2]
Sisi pengambilan dalil dari ayat adalah
sangat jelas, yaitu bahwa orang bisa jatuh dalam kekafiran dan
kemusyrikan sedangkan dia itu tidak mengetahui dan tidak menyadari,
yaitu tanpa dia bermaksud untuk menjadi orang kafir dengan sebab
perbuatannya itu.
Al Fakhru Ar Razi berkata:
( قوله تعالى : { وأنتم لا تشعرون } إشارة إلى أن الردة تتمكن من النفس بحيث لا يشعر الإنسان )
(Firman-Nya ta’ala “sedangkan kalian
tidak menyadari” adalah pengisyaratan bahwa kemurtaddan itu bisa
bersarang di dalam jiwa sedangkan orangnya tidak menyadari).[Tafsir Ar
Razi juz 1/4103 dan Mafatihul Ghaib juz 28/98]
Dan ungkapan serupa dikatakan oleh pemilik kitab “Al Lubab Fi Ulumil Kitab” juz 17/525.
Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab berkata dalam penafsiran ayat tersebut:
(
{ وأنتم لا تشعرون } أي لا تدرون، فإذا كان هذا فيمن لا يدري دل على وجوب
التعلم والتحرز وأن الإنسان لا يعذر بالجهل كثير من الأمور )
(“sedangkan kalian tidak
menyadari“ yaitu kalian tidak mengetahui. Bila ini adalah perihal orang
yang tidak mengetahui, maka ini menunjukkan terhadap kewajiban belajar
dan hati-hati, dan bahwa orang tidak diudzur dengan sebab kejahilannya
terhadap banyak hal). [Ad Durar As Saniyyah 9/397]
Sumber : millahibrahim.wordpress.com
Komentar
Posting Komentar